The Day of Bali (Departure)

Friday, October 10, 2014


Holaaaa! After hiatus all many days, aku datang dengan segudang cerita yang menjadikanku alasan ‘menghilang’ beberapa hari ini. -,- Seperti yang pernah kusebutkan dulu, tahun ini aku berkesempatan mengikuti Ubud Writers & Readers (UWRF) yang dihelat pada tanggal 1-5 Oktober di Ubud, Bali. Ada yang masih belum tau apa itu UWRF? UWRF adalah event tahunan yang mendatangkan para pekerja dunia kepenulisan, seni, aktivisme, dan lain-lain untuk berbagi ilmu dan pendapat serta mendiskusikun isu-isu terkini. Untuk penjelasan yang lebih gamblang, bisa kamu lihat di web official-nya www.ubudwritersfestival.com

Sudah kubilang kan, aku sangat excited menyambut hari-H. Excited doang sih, tapi nyiapinnya ya baru pas deket hari-H. *teteuuup. Packing langsung kutuntaskan hanya dalam 2 hari tapi masiiiih aja ada yang ketinggalan. Yakni lupa pinjem tongsis-nya pacarku. :3 Aarggh, memang lagi gak diperkenankan ngeksis ya :|



Aku mantap berangkat pada tanggal 30 September dan menjadwalkan kembali ke Surabaya pada tanggal 7 Oktober. Lhoh, kok lama banget? Iyah, sekalian leyeh-leyeh dulu setelah capek dengan UWRF :3 *yang bikin capek sebenernya perjalanan Ubud-Denpasar sih* sekaligus silaturrahmi dengan keluarga seorang kawan semasa SMA, Dedew. Oya, karena aku memilih jalur backpacking yang murah meriah, aku naik kereta api dari Surabaya ke Banyuwangi dengan tiket seharga Rp 50.000,- . Dan yang paling menyebalkan pemirsah, sebulan sebelumnya aku sudah pesen tiket kereta api pulang-pergi tapi ternyata salah jadwal! Akibat keteledoranku yang kurang teliti untuk memeriksa kembali usai memesan, tiket balik dari Banyuwangi yang harusnya tanggal 7 Oktober malah tertera tanggal 7 September. Sialnya, aku baru sadar H-3 keberangkatan. Hangus deh T.T

Aku sengaja datang ke stasiun lebih awal untuk memesan tiket balik agar tak kehabisan. Secara, event ini kan bertepatan dengan hari raya Idul Adha. Hari itu dandananku heboh banget. Dengan ransel gede di pundak, masih aja geret-geret koper berukuran sedang sambil menenteng keresek berisi bekal makan siang. Belum lagi topi bundarku yang selebar kuping gajah *yuhuuu, kalau bukan karena ke Bali kapan lagi aku bisa bergaya kayak gini :D.

Topinya kayak koboi meksiko :v
Ternyataaaaa antrian loket panjangnya hampir setara dengan jalan dari Anyer – Panarukan *alay ding. Aku sempet was-was, gimana kalau belum tiba giliranku tiba-tiba keretaku datang. Syukurlah terdengar informasi kalau keretanya delay 30 menit. Begitu aku berhasil memesan tiket, datanglah kereta api Sritanjung. Dengan penuh semangat, kumasuki gerbong dan duduk di seat sambil mengenang terakhir kalinya aku naik kereta api tiga tahun lalu, dengan destinasi yang sama pula.

Selama perjalanan aku tak bisa tidur. Aku lebih memilih mengobrol dengan orang-orang satu bangku ataupun yang di sebelahku. Terlebih ada balita perempuan berumur 2 tahun yang tingkahnya menggemaskan, membuatku bercanda dan turut bercengkerama dengan keluarganya. Penumpang di sekitar seat-ku cukup unik-unik lho. Ada ibu-ibu yang selama perjalanan kerjaanya suka membual, ada laki-laki transgender yang gak capek bercerita dengan gayanya yang sedikit kinyis, serta bule yang sukanya nyebut ‘I love nasi goreng’ selama ngobrol dengan penumpang lain.

Sekitar pukul setengah 8 malam, kereta telah memasuki kawasan Banyuwangi. Tiba-tiba secara mengejutkan gerbong kami berguncang, seolah ada barang berat yang telindas dibawahnya. Beberapa detik kemudian kereta berhenti melaju dan barulah terlihat gerbong depan kami anjlok sedikit. Ditambah bau solar yang menguar menyengat kuat ke segala penjuru. Orang-orang bilang bagian gensetnya ada yang copot dan tangki solarnya bocor. Seluruh penumpang yang tersisa didekap rasa gelisah, entah kendala ini akan cepat berakhir atau tidak. Terdampar di tengah hutan dalam keadaan gelap gulita, para teknisi kereta api pun harus berjuang menyelesaikannya. Sekitar satu jam kemudian kereta kembali melaju.

Jujur, hal di atas sama sekali tidak kuanggap sebagai bentuk kesialan. Masih beruntunglah kereta ini tidak anjlok seperti yang sering diberitakan oleh TV. Selain itu berkat masalah ini, kedatangan kereta di stasiun pun molor hampir selama 3 jam. Alhamdulillah, dengan begitu aku pun berpikir tak perlu menunggu pagi untuk naik bis dari Gilimanuk. Yah, sial dan untung itu beda tipis. Tergantung dari sisi mana kita melihatnya. :)

Sebagai bentuk permintaan maaf atas ketidaknyamanan itu, tiap penumpang diberi sebotol Aqua tanggung dan Pop Mie tanpa air panas :| *disyukuri, bisa dimakan sewaktu naik kapal ferry. Kereta api tiba di stasiun permberhentian terakhir, Banyuwangi Baru pada pukul 12 malem tet! Dan dengan pede-nya aku turut berbaur dengan sekumpulan orang yang mau pergi ke Lombok untuk melanjutkan perjalanan. Kami berjalan kaki ke pelabuhan Ketapang dan menyeberang dengan kapal ferry serta naik bis kecil bersama dari Gilimanuk. Syukurlah salah seorang dari mereka ada yang menegosiasikan harga sehingga kami dapat harga 35ribu untuk ke Terminal Ubung.

Suasana di kapal penumpang
Bangku yang kami tempati
Gerombolan kami terdiri atas 6 orang dengan latar belakang berbeda. Ada Mas Rianto yang senior, Mas Melky dari Bogor, Gaby dan Aripin dari Jakarta yang berencana mengelilingi Pulau Lombok serta Dasty yang hendak mendaki Gunung Rinjani.

Yang duduk di belakang: Gaby - Aripin - Dasty
Btw, dua bule asal Belanda yang suka nyebut ‘nasi goreng’ itu ternyata turut bersama rombongan kami di bis. Mereka hendak menuju Kuta dan sebenarnya aku mau banget pergi dengan mereka, secara tanggal 1 Oktober masih belum banyak agenda UWRF. Tapi karena susah cari kendaraan menuju Ubud dari Denpasar, yasudah mending kuteruskan saja dengan bis ini dengan menambah harga 10ribu. Kemudian aku diturunkan di daerah pinggiran Ubud, selanjutnya naik mobil sampai ke Peliatan, Ubud (penginapanku) dengan membayar 20ribu. Mahal loh, padahal cuma 15 menit. :3

Dan taraaaaa! Inilah tapak kaki pertamaku saat benar-benar sampai di Ubud! Oke, selanjutnya aku harus cepat-cepat menuju penginapan. Begitu bertanya pada orang sekitar di manakah letak Suastika Lodge itu, rasanya hampir semaput karena jaraknya masih 500 meter lagi! Hiyaaaa, aku turun di tempat yang salah. Hiks.

Begitu sampai penginapan, Sister Prima yang sudah stay sejak kemarin sedang bercengkerama dengan teman-teman sesama volunteer-nya. Ada Kak Dika dan Kak Nuri yang menginap di kamar sebelah. Ada juga Kak Wirda yang habis menemani Sister Prima semalam. Setelah berhasil dipaksa-paksa untuk segera mandi, usai menyegarkan diri aku pun kembali menemui mereka. Apa kata mereka?

“Lho, wajahnya cerah begini ternyata. Soalnya tadi pas baru sampe benar-benar keliatan hitam dan kusam sih.”

Huaaaaaa…

16 comments

  1. Dirimu sepertinya betul-betul niat menjadi penulis ya mbak sampai ke Ubud pun dilakoni dengan naik kereta ke Banyuwangi (Sri Tanjung kah?) Dirimu dari SUrabaya lebih enak, aku pernah dari Jogja jam 11 malem baru nyampe Banyuwangi.

    Ditunggu mbak lanjutan ceritamu. Semoga banyak ilmu yang bisa dipetik dari Ubud. Saya malah belum pernah nginep di Ubud. Terkesan kawasan elite gitu sih, hehehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mas Wijna, entah itu penulis buku maupun seorang blogger, rasanya menuntul ilmunya gak akan ada habisnya.
      Iya, saya naik kereta Sritanjung. Bila sesuai jadwal, harusnya sudah sampai di stasiun paling lambat jam setengah 9 malam sih. Ini malah jam 12 malam. :D

      Okey, stay tune yaa :D Amin amin. *meski dapetnya sedikit karena aku gagal paham omongan mereka, hiks
      Sebenarnya bukan kawasan elit kok, suasana pedesaan malah. Yang mahal cuma makanan aja. Kalo cari penginapan murah masih ada. Cuma ya tempatnya sedikit terpencil.
      Masih mahal Kuta, Kang! :D

      Delete
  2. Ngakak di bagian akhir :D btw, penginapannya berapa tuh? pengen deh ke Bali

    ReplyDelete
    Replies
    1. 2oo ribu per malam untuk dua orang. Nanti deh saya ulas khusus penginapannya. Recommended deh! :)

      Delete
  3. seru banget acaranya,,,ada sister Prima juga ya,,,keren deh pastinya rangkaian acaranya,,,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyah... apalagi Sister Prima kebagian jadwal yang enak-enak :D

      Delete
  4. wah seru ya ke Ubud pake kereta, ferry dan nyambung bus untuk acara UWRF yang gaungnya sudah ke mana-mana itu. temenku juga ikutan mba, namanya Lily Yulianti Farid orang Makassar yang menetap di Melbourne. salam ya kalo ketemu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, seruuu. :D
      Oya? Keren deh... tapi sayang, susah banget lho nyari orang. Bahkan buat ketemu mbak Ollie aja aku gak nemu-nemu. :D

      Delete
  5. Belum kesampaian ikut UWRF. Kemarin sempet ngirim naskah, tapi blm masuk finalis. Tiap tahun mau ikut acara ini tapi kerjaan banyak banget. Hiks :'(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah iya loh mas, ketat banget seleksinya :|
      Pokoknya jangan pantang menyerah, coba terus... siapa tau akhirnya kecantol :D

      Delete
  6. mantap...semoga sukses perjalanan dan acaranya

    ReplyDelete
  7. wah mbak kayaknya niat banget ya jadi penulis.. hehe, smangat mbak!!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi iyaa. Niaaaat banget. Doakan ya bisa jadi penulis terkenal yang lancar rejekinya. :D
      Semangat juga buat mbak Lucky!!! :))

      Delete
  8. kk katany ini program ? tapi kk kok bayar sndri smuany kk ?
    ga gratis ya ? :3

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aak.. program apaan ya? Setauku ini event internasional deh :3
      Hehehe iya. Yang gratis mah kalo lolos jadi volunteer. :D

      Delete

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Tinggalkan komentar yang baik dan sopan ya. Untuk saat ini, komentar saya moderasi dulu ya. Saya suka baca komentar kalian namun mohon maaf saya tidak selalu dapat membalasnya. Untuk berinteraksi atau butuh jawaban cepat, sapa saya di Twitter @hildaikka_ saja!