Usai bercerita hiruk-pikuk serta hebohnya keberangkatanku di The Day of Bali (Departure), sekarang saatnya aku berbagi cerita untuk Chocoreaders sekalian tentang hari pertamaku di Ubud.
Setelah membersihkan badan dan memindahkan pakaian ke lemari, aku sukses tepar di bed.
Beruntung sebelum aku benar-benar tertidur Sister Prima sudah berpamitan kalau hari ini dan kawan-kawan volunteernya hendak menikmati kuliner Bebek Tepi Sawah.
Sore hari pun aku sudah terbangun dalam keadaan bugar. Daripada bengong sendirian di penginapan, aku memutuskan untuk jalan-jalan menikmati sore di daerah sekitar penginapan. Sebelum berangkat, nyempetin selfie cantik dulu dong. ;)
Huhu... kamarnya berantakan |
Selama berjalan kaki aku menjumpai banyak turis mancanegara yang juga wara-wiri berjalan kaki. Mulai dari muda hingga tua, pria maupun wanita. Sebagian besar mereka bertopi untuk melindungi dari sinar matahari meski tak dipungkiri bahwa tubuh mereka berpeluh jua. Selain itu aku menjumpai banyak anjing liar berkeliaran. Okey, sebenernya aku gak ada masalah sama anjing. Tapi jujur aku takut banget dikejar anjing. > < Jadi aku gak berani jalan dekat-dekat mereka. Apalagi kalo anjing itu lagi berjalan, sumpah langkah kakiku langsung berubah slow motion.
Guk-guk yang tengah bersantai |
Banyak penginapan di sepanjang jalan Bisma |
Unik aja ngeliat ayam santai matuk-matuk di pelataran bank |
Di sekitar Jl. Bisma pun ada yang jual oleh-oleh |
Okey, aku sudah sepakat sih dengan Sister Prima nonton Pecha Kucha di café Betelnut sebagai agenda untuk malam ini. Acara masih jam setengah 8 malam, tiba-tiba Sister Prima memintaku segera berkemas. Hari ini penginapan ketambahan satu orang, Vania. Ia merupakan anak dari teman mama Sister Prima. Vania baru tiba di penginapan petang ini, jadi Sister Prima memintaku untuk menyambut Vania dan langsung berangkat bersama ke Betelnut.
Sebenarnya, Vania ini hendak dicarikan Sister Prima penginapan di tempat lain karena ketentuannya kapasitas kamar kami hanya untuk dua orang. Namun karena Vania tidak keberatan menginap bertiga, yasudahlah. Kami tinggal menambah charge sebesar Rp 50.000,-
Sesampainya di Betelnut, tempatnya penuh sesak. Padahal kita tiba 10 menit sebelum acara dimulai. Mau gak mau kita akhirnya duduk di bawah, huhu. Acara Pecha Kucha ini sendiri bermakna fast furious fun. Jadi ada beberapa guest star yang akan bercerita mengenai dunianya dengan format 20 gambar yang ditampilkan di LCD screen. Durasinya sepanjang 20 detik per gambar. Malam itu kami hanya menyaksikan 4 performance. Pertama adalah Connor Thomas O’Brien, seorang pemuda Australia yang bercerita tentang aktivitas networking-nya. Kedua, seorang perempuan—yang aku lupa siapa namanya—bercerita mengenai kegiatan sosialnya mendidik anak-anak keluarga miskin dan terlantar di wilayah Bali. Ketiga, Ant Sang, pria oriental berkebangsaan New Zealand yang mengemukakan dunia komik dan ilustrasi, bahkan pernah nge-hits dengan komik karyanya yang mengangkat tema shaolin. Terakhir, sang Pangeran Siahaan dengan gerakan Ayo Vote, mengajak pemuda-pemudi untuk lebih sadar dengan hak pilih.
Cukup sudah, kami pulang meski acara masih berlangsung lama. Kami bertiga—aku, Vania, Sister Prima, akhirnya pulang berjalan kaki. Karena perutku keroncongan, aku memutuskan buat beli makan malam di Warung Ijo. Tempat makan yang baru saja jadi jujugan Kak Dika dan Kak Wirda ini menyajikan makanan halal. Berlokasi strategis di Jalan Raya Ubud membuatku tertolong dengan adanya depot ini, tanpa harus repot menebak-nebak kehalalannya.
Sampai di penginapan, aku jadi deg-degan. Seperti apa ya esok pagi?
Lha Pecha Kuchanya kok nggak ada foto-fotonya mbak?
ReplyDeleteSya nunggu review penginapanmu yg katanya murah itu lho. Biar kalau ke Bali, sekali-kali saya nggak usah nginep di Kuta karena terpaksa nyari yg tarifnya miring, hehehe.
Oh iya, di Ubud itu lumayan susah nyari masjid ya mbak. Dulu saya ke Ubud pas waktu dzuhur bingung mau shalat di mana.
Haha, iya Mas Wijna. Soalnya di dalam Cafe gelap banget. Saya juga udah ngantuk, males banget motretin :D
DeleteTunggu aja Mas, itu bonus cerita ... hehehehe
Iya makanya itu, lain kali kalo saya ke Ubud harus lebih berani pinjem tempat dan minta izin buat ibadah...
Asik... menyimak terusss ahh
ReplyDeleteIyah... pantengin terus ya mbak :D
Deletepastinya asik banget berada di Bali,,kerasan kan ya pastinya,,,seru banget deh,,,menyimak terus ah,,,
ReplyDeleteHihi iya mbak.. kerasan. Berasa di film Perahu Kertas gituuh. Tapi yeapa ya kalo ga balik-balik ya bisa nunggak biaya di situ :D
Deletewah cepet amat postingnya :D
ReplyDeleteIyah... biar gak basi :D
Deletepenasaran nih sm cerita selanjutnya...
ReplyDeleteIyah... pantengin aja ya :D
DeleteHak, pindah pulau-mu gimana cerita panjang awalnya ? dalam rangka ? how can it be ? tell me more :D . *aku speak up kan, finally :p
ReplyDeleteHayooo ntar aja pas aku magang di Jogja aku bakal cerita banyak :p
DeleteIya iyaa, sering-sering jangan jadi silent reader :p
sayang bangettt..mn foto pucha kuchanya? :( penasaran
ReplyDeleteWaduh... gelap mbak pas acara Pecha Kucha. Toh kalau di foto jelek hasilnya :3
DeleteWaa kereen.. pengen ikutan kalau ada acara begini lagi. Daftarnya gimana tuh supaya bisa jadi volunteer Mbak? sudah lama aku gak bekpekeran :D
ReplyDeleteIya mbak Yuni... ikutan gih. :D Tapi acaranya selalu bertepatan dengan Idul Adha.
DeleteTinggal cek aja di ubudwritersfestival.com :))
Fotonya cakep cakep, jadi pengen ke sana lagi :)
ReplyDeleteMakasih :))
DeleteOya? Berarti pernah ke Ubud juga dong?
waktu kemaren ke Bali cuma3hari, asli kurang banget. masih banyak tempat2 yang belom ke jamah btw fotonya keren
ReplyDeleteSaya aja yang 5 hari juga masih kurang kok :D
DeleteWah trimakasih. Jepretan amatir itu :D
Seru sekali sih acara jalan jalannyaaaa...
ReplyDeleteAyooo dilanjuuut :)
*nongkrongin blog ini*
Haha, kelihatannya seru ya. Semoga saya tetap bisa menuliskannya dengan kesan fun hingga seri ini tamat. :D
Delete