Tentang Culture Shock

Thursday, August 13, 2015

Tentang Culture Shock

So melalui postingan ini, aku bermaksud mendeklarasikan bahwa aku telah resmi menjadi anak rumahan.

YEAH THAT SOUNDS NOT GOOD.

Aku sudah bukan anak kos lagi. Aku nggak di Surabaya lagi. huhuhuhuhu. *pukpuk Kebebasanku telah direnggut. T_____T *lebay

Usai lebaran Ibuku sudah mengetok palu hukum untukku agar segera boyong (keluar) dari kos sebelum jatuh tempo pembayaran kos di awal bulan Agustus. Toh kata beliau sudah tidak ada tanggungan akademik lagi. Urusan pemberkasan dan administrasi bisa dilakukan PP Surabaya – Gresik. Kalau pun harus menginap, bisa numpang tidur di rumah temen. Hiks. Okelaaah.

Di rumah, tentu saja aku tidak bisa melakukan hal-hal yang biasa kulakukan di kos. Oleh sebab itulah semenjak di rumah aku mengalami culture shock. Apa itu culture shock?

Gampangnya pengertian dari culture shock ini adalah kondisi di mana kita tidak terbiasa dengan budaya daerah setempat.

Kali pertama aku mengenal istilah ini yakni saat aku berpartisipasi dalam seleksi pertukaran pelajar AFS. Yap, kondisi seperti ini rentan dialami oleh warga yang tinggal di negara yang berbeda dengan asalnya dalam rentang waktu yang lama. Buatku, menjalani hidup yang mendadak di luar kebiasaan kita pun dapat mengakibatkan culture shock. Dan satu-satunya solusi untuk mengatasinya tentu dengan beradaptasi.

Well, berikut di antaranya hal-hal yang membuatku merasa mengalami culture shock luar binasa.

1. Bangun pagi. Di kos mah bangun jam berapa aja suka-suka gua. Mau tidur jam berapa ya bukan urusan elo. Habis salat Subuh tidur lagi, ya monggo. Di rumah? Kecut meeeen, gak bakalan deh. Ibuku tipe orang disiplin. Paling nggak suka kalau anak gadisnya tidur seusai Subuh. Lebih baik tidur siang daripada tidur pagi. Kalo aku nekat kelenger habis Subuhan, bisa dipastikan ibuku bakal ngomel panjang kali lebar kali tinggi dan jadilah kubus. -______-

2. Ngeblog tidak teratur. Well, sebenarnya dari dulu jadwal ngeblogku gak teratur-teratur amat sih. Tapi kan sewaktu di kos aku bisa ngeblog kapan pun aku mau. Tanpa gangguan dan intervensi. Lah di rumah? Boro-boro bikin jadwal ngeblog, karena bakalan tetep kalah ama yang namanya otoritas keluarga. Aku harus jaga toko dan melayani pembeli sepanjang hari dan setiap hari. T____T Aku juga butuh suasana sepi yang hanya bisa kudapatkan di malam hari. Itu pun aku sudah ngantuk dan kelelahan, jadinya tidur deh. Zzz

3. Nggak ada wifi. Bagian ini nih yang sungguh menyiksa. I love free wifi more than anything LOL. Betapa selama ini aku bisa hidup makmur dan tenteram berkat free wifi. Then since I stayed at home, POOF! It’s gone. T___T Nyari Wifi Id di deket rumah nggak ada and I don’t like using modem. Otomatis aku bergantung pada data seluler yang membuat pengeluaran bulananku membengkak. Ouch. It hurts, babe.

4. Nggak bisa bikin typography di laptop. Yep, akhir-akhir ini aku suka mengamati tren typography. It makes anything looks modern-designed. Yah walaupun aku cuma bisa bikin typography dasar, but it’s so fun when I got it well-done. Bikin typography cukup menghabiskan banyak waktu sih dan itu nggak bisa kulakukan di rumah yang kacaunya membuat konsentrasiku pecah. Kacau? Yeah, lu kira pembeli yang datang gak ada yang resek ala-ala pelanggan Indomaret? BIG DREAMS! Setiap pembeli punya tingkat keresekan yang berbeda jadi aku cuma bisa sabar. T__T So, alternatifnya aku pake aplikasi Phonto. I admit it is a great solution! I really enjoyed it dan kita bisa install font favorit kita di situ. Meski aku belum rela melakukannya sih LOL.

5. Nggak punya waktu ke perpus. Di Surabaya mah kalo mau hiburan murah meriah dan bikin (keliatan) pinter ya main aja ke perpus. Apalagi perpus di komplek Balai Pemuda yang lebih nyaman dari ruang tamu di rumah. Betah dah. Lha semenjak aku tinggal di rumah, boro-boro mau ke perpus. Bikin planning day out aja susah diizinin dan ribet gak ada yang nganter *yeah, aku nggak dibolehin bawa motor sendiri. Trus seumur hidup aku belum pernah ke perpus Gresik sama sekali. Gedung perpus Gresik kalau ditilik dari bangunannya, why it looks such a boring place? *dasar tukang ngejudge xD

6. Apa-apa harus izin. Inilah dampak yang paling kerasa. Sebagai anak kos tanpa jam malam, dulunya aku bebas pergi ke mana saja dan pulang kapan saja. Ada acara yang berakhir semalam apa pun aku nggak masalah. Sedang bagi anak rumahan, it’s a daydream. Jangankan bisa pergi, dapet izin aja susahnya minta ampyuuun. Kayak wisatawan lagi nyoba melintas garis perbatasan negara.

7. Nggak bisa sering-sering ketemu Muffin. Huhuhuhu. Jarak rumahku dengan rumahnya itu jauh lho. Dan Muffin bukan tipe cowok yang kuat ke sana – ke sini dalam sehari. Jadi kita ini udah kek pasangan LDR. Trus kalo dia main ke rumahku, kita gak bakalan bisa pergi berdua. Untuk menghindari pitnah huffft. Beginilah risiko tinggal di perkampungan padat yang segala gerak-gerik seseorang bisa dijadikan bahan rasan-rasan. Kalo emang pingin pergi ama Muffin, kudu bertiga ama adekku. Cih apaan tuh kencan ama adek, gak bisa romantis-romantisan. T___T

Keliatan menyedihkan ya? Hihi makanya jangan baper. #laah Tapi tenang, aku sudah perlahan mengatasinya dan berusaha mengikhlaskan *cailah bahasanya. Malahan ada banyak hal baru yang terjadi di rumah semenjak ada aku. Contohnya, adek-adekku yang lebih bersemangat makan. *segitunya aku bisa membawa dampak pada selera makan* Dan entah kenapa aku berasa kek Curcuma Plus. :v Padahal biasanya kalau masak sayur mesti bersisa, kata ibu. Tapi setelah ada aku selalu kandas. Jatah nasi pun cepat habis hoho.

Ujung-ujungnya dapat ditebak kalo badanku akhirnya menggendut. OWYEAH IT”S A NIGHTMARE. T___T Apalagi masakan ibuku enak-enak sih. Belum lagi kalo ada pesanan catering. Sambil bantuin, tanganku lincah masukin apa pun ke mulut. xD Belum lagi rumah adalah sumber jajanan melimpah, mulai dari keripik pisang, kerupuk, de el el yang aku gak bakal tahan. :v

Selain itu, adik perempuanku sekarang ketularan doyan selfie gara-gara aku. It’s okelah, hidup kita sudah kurang piknik jangan sampelah kurang selfie juga. #apaseh Toh adikku yang satu ini emang kelet banget ama aku. Apa-apa tingkahku ditiruin. Favoritku ikut-ikut disukain. Tasku dicobain. Hapeku dikepoin. Duh kah beginilah rasanya~~

ups, sorry for spamming :p

Tapi yasudahlah, beginilah nasib jadi pengangguran. Ya tinggal di rumah bantu-bantu orang tua. Yang pasti aka nada hikmahnya dan selagi aku ikhlas semoga jadi berkah ya. Dan yang terpenting sekarang aku terus berusaha mencari kerja. Tentang nasibku sebagai pelamar kerja, akan kutuliskan di post terpisah ya. See you!

Worker wannabe,
-Hilda Ikka-

NB: Ternyata untuk kasusku ini, beda lagi lho istilahnya. Namanya re-entry shock, yaitu suatu keadaan gegar budaya yang dialami saat kembali ke tempat asal. Contohnya saat pelajar pertukaran kembali ke negara asal. Jadi aku ini kena re-entry shock. Haha

Thanks for correcting me, Sister Prima! ^^

7 comments

  1. iya bener.. aq suka.culture shock krena.udah 3x pindah tempat tinggal.. tapi jd ?malah kebiasa juga sih.. dan tahun depan aq pun pindah lagiii -________-

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wiiih nomaden dong. Ato jangan-jangan rumahnya rumah keong? :D

      Delete
  2. nomer 7 nya ituloh nggak nguatin wkwkwkw

    ReplyDelete
  3. Sabar, ka. Ntar juga betah di rumah dan culture shocknya ilang. :D aku pun klo di rumah jarang dibolehin pergi kecuali bareng adek. Tp jadi makin deket sama keluarga. :D

    ReplyDelete
  4. sayah biasah sajah tuh.
    hi..hi..hi...

    salam krasan
    @nuzululpunya

    ReplyDelete
  5. Smg lekas dpt pekerjaan dan tetap smgt ngeblog ya...

    ReplyDelete

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Tinggalkan komentar yang baik dan sopan ya. Untuk saat ini, komentar saya moderasi dulu ya. Saya suka baca komentar kalian namun mohon maaf saya tidak selalu dapat membalasnya. Untuk berinteraksi atau butuh jawaban cepat, sapa saya di Twitter @hildaikka_ saja!