Manusia yang Egois

Monday, July 16, 2018


Lebaran udah lama berlalu. YAEYALAH KAU PIKIR SEKARANG TANGGAL BERAPA, IKKA?

Ada banyak hal yang berkesan dari lebaran tahun ini. Nggak cuma kesan manis, kesan bosok yo uakeh (banyak). Salah satunya ya (seperti biasa) ditanya “Udah isi belum?”, “Kok belum isi?”, dan wejangan untuk jangan menunda anak endebrei-endebrei... yang sayangnya berakhir buruk.

Karena aku belum cukup kalem untuk menghadapinya. Beberapa kali aku kelepasan. Lalu berujung menyalahkan diri sendiri yang emosian. :’)

Semoga lebaran tahun depan aku bisa menghadapinya dengan lebih smooth ya wankawan. 😘

Etapi lucunya, kelar lebaran aku malah kepikiran hal lain yang lebih jauh. Yaitu jumlah anak. Ditanya kapan punya anak, malah mikir mau punya anak berapa. Huwahaha.

Dulu, duluuuu banget waktu belom mengerti dunia persilatan rumah tangga, aku kepengen banget punya anak tiga. Itu jumlah yang ideal menurutku. Nggak kebanyakan, nggak sedikit juga. Tapi seiring berproses dewasa dan banyak membaca, aku mulai menyadari bahwa punya anak itu nggak sesederhana kasih makan dan biayain sekolah.

Ada tanggung jawab moral, pendidikan karakter, lalu faktor X ini-itu, hingga menyekolahkan anak di institusi pendidikan yang sejalan visi misinya.

Lalu ada hal yang seringkali dilupakan orang-orang: menikah itu BUKAN CUMA soal anak. Tapi juga tentang cinta antara suami-istri yang perlu dijaga. Tentang hidup bersama kelak di usia senja. Itu juga butuh biaya lho.

Akhirnya aku mikir dan ngerasa, satu anak dulu cukup deh. Baru ntar kalo ngerasa siap, nambah anak kedua. Yang belum tau juga kapan tapi maunya ya setelah anak pertama berusia 3 tahun. Karena idealnya di usia 3 tahun, dia mulai mengerti konsep kakak-adik.

*disclaimer: postingan ini ngomongin soal pilihan/rencana ya. Terlepas nanti ternyata punya anak lebih dari dua atau tidak sama sekali, tentu itu atas kuasa Allah. 😊*


Kenapa memilih untuk punya 1/maks. 2 anak?

ðŸŒđ Bisa fokus memberikan yang terbaik untuk anak.
Bukan rahasia lagi ya kalo sekolah yang kurikulumnya oke itu harganya nggak murah. Kayak sekolah Cikal, bok biaya pendidikannya lebih mahal dari jual sepasang ginjal.

Jujur, aku punya standar yang tinggi untuk sekolah. Karena sekolah yang bagus itu bukan cuma soal kurikulumnya, tapi juga lingkungan, nilai-nilai yang diajarkan, kualitas para pendidik itu sendiri, sampai networking di masa depan. Dapet kerja di tempat yang oke karena punya link dengan teman sekolah? It’s possible!

Kalo jumlah anak melebihi jumlah anggaran, mau gak mau ya harus nurunin standar kan. Dan itu nggak enak banget karena dengan budget terbatas, semakin sedikit pilihan yang kita punya.

ðŸŒđ Bisa menyisihkan budget jalan-jalan bersama keluarga.
Soalnya aku sama Muffin suka jalan-jalan dan kami sepakat traveling/wisata itu selain untuk refreshing, juga untuk memperkuat bonding.


Dulu semasa kanak-kanak, aku jarang banget wisata bareng keluarga. Bonding antara ortu dan anak juga gak ada, jadi yah... aku nggak mau sih hal kayak gitu terjadi di aku dan anakku nanti.

Selain itu, aku juga tetep pengen punya budget untuk lifestyle. :’) Minimal untuk makeup, skincare, dan urusan ngeblog (kamera/peralatan studio/properti foto). Egois, ya? Tapi kesenangan pribadi itu bagian dari kewarasan diriku.

Ibu yang waras = ibu bahagia ✊

ðŸŒđ Bisa menyiapkan dana untuk hari tua. 
Well, aku tumbuh di keluarga yang masih terjebak budaya generasi sandwich. Generasi sandwich adalah kondisi anggota keluarga (anak) masih harus membiayai anggota keluarga lain (orang tua atau saudara). Nah, aku punya tanggungan membiayai adik-adikku di masa depan seandainya orangtuaku nggak lagi mampu.

Jujur aku kasian sama anak-anak yang dijadikan orangtuanya sebagai investasi di masa depan. Kepengen anaknya sukses biar dirinya makmur. Huft. Padahal anak kan nantinya punya kehidupan sendiri, berkeluarga sendiri. Aku nggak mau jadi orang tua yang menghambat masa depan anakku. :(

Lagipula, populasi manusia di masa depan pun kian bertambah. Persaingan lahan kerja dan tempat tinggal akan semakin sengit. Ingat, seiring berkembangnya teknologi maka tenaga manusia akan digeser dengan tenaga mesin. Jangankan berharap dikasih materi, anak bisa bertahan hidup secara mandiri aja udah melegakan banget.

Jadi dengan anak sedikit, aku dan suami bisa menyisihkan dana untuk di hari tua supaya nggak merepotkan anak. Itu sih harapan kami.

ðŸŒđ Fokus memberikan perhatian.
Kalo aku sih ngerasa sanggup ngurus maksimal 2. Kalo lebih, takutnya ada yang kurang perhatian. Lebih takut lagi, aku jadi kurang maksimal memantau masa-masa pertumbuhan mereka. Misal ketika punya anak ketiga, jadi kurang memerhatikan anak pertama gitu.

Yang aku mau, anak-anakku hidup dengan cinta yang berkecukupan, jangan sampai kekurangan. ^^


Mungkin di antara kalian jelas menentang, “Kan banyak anak banyak rezeki.” , “Kan tiap anak punya rezekinya sendiri.”

Gini deh, aku percaya kalo sebagai manusia kita diberi akal selain untuk berpikir, juga untuk mengukur kemampuan. Misal aku pengen anakku sekolah di kelas menengah ke atas tapi gajiku cuma 5-6 juta/bulan, masa iya aku ngotot punya anak 3 atau lebih? Ya pasti ada rezekinya anak untuk hidup, tapi mau gak mau standar hidup yang lain termasuk pendidikan juga ikut turun, kan?

Kalo dipikir-pikir, kayaknya aku egois banget ya. Banyak orang tua yang rela hidup sederhana asal kebutuhan anak-anaknya terpenuhi. Sementara aku, ogah punya anak banyak karena pengen bersenang-senang juga (traveling, kulineran, makeup, dll).

Iya aku egois, tapi apa kalian nggak egois?

Alasan lain kenapa aku mau punya anak dengan jumlah sedikit itu karena jumlah manusia yang ada sekarang ini udah overpopulasi. Semakin bertambahnya manusia = sempitnya lapangan pekerjaan = semakin banyak sampah = semakin banyak emisi = lingkungan hidup rusak.

Pernah mikir nggak sih sampah yang kita hasilkan dari lahir sampai sekarang? Berapa persen sih yang berhasil kita daur ulang? Kayaknya nggak lebih dari 5 atau 2%, ya kan?

Lalu sisanya? Ya berakhir ke tempat sampah (itu pun di Indonesia masih banyak yang buang sampah sembarangan). Dari tempat sampah dibuang ke TPA (tempat pemrosesan akhir). Masing-masing jenis sampah butuh waktu berbeda untuk dapat terurai.


Kantong plastik biasa membutuhkan waktu sepuluh sampai 12 tahun untuk terurai. Botol plastik lebih lama lagi. Karena polimernya lebih kompleks dan lebih tebal, botol plastik memiliki waktu 20 tahun untuk hancur. Sedangkan sterofoam biasa yang sering digunakan di Indonesia, membutuhkan waktu 500 tahun untuk bisa hancur sempurna.

Wow, 1 kantong plastik butuh 12 tahun untuk terurai sementara setiap hari ada bayi yang lahir. Pun seorang manusia bisa menghasilkan belasan/puluhan sampah plastik dalam sehari. Kalian tau apa yang aku takutkan? Lingkungan hidup kita hancur karena sampah!

Coba tengok Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Bantar Gebang, Bekasi, sampah-sampah sudah menggunung. Bahkan kabar buruknya, Bantar Gerbang sudah berada di ambang batas pemenuhan kapasitas sampah. Lantas, ke mana lagi harus membuang sampah? Ke sungai dan berakhir di laut?

Bahkan 13 tahun lalu, gunungan sampah di TPA Leuwigajah, Cimahi longsor dan menimbun rumah penduduk hingga memakan korban jiwa.

(http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2017/02/21/klipingpr-tragedi-longsor-sampah-di-tpa-leuwigajah-394179)

Beberapa tahun lalu, ditemukan sebuah gundukan sampah di tengah lautan yang besarnya hampir seluas Texas. Itupun sudah bertahun-tahun lalu. Jika masih banyak orang yang membuang sampah ke laut, bukan tidak mungkin lama-kelamaan akan terbentuk sebuah benua baru yang terdiri dari sampah.

(https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150314083106-255-39061/jenis-sampah-dan-lama-proses-penghancurannya)

Banyak hewan di lautan maupun di daratan mati akibat ‘tidak sengaja’ mengonsumsi plastik. Banyak ekosistem tercemar akibat terkena limbah. Karena kita sebagai manusia tuh cuma ngehasilin sampah, gak pernah mikir gimana cara membuang/melenyapkannya dengan benar. Egois, kan?

Pernah mikir nggak sampah popok anak-anak kita itu kapan terurainya?
Sampah pembalut wanita?
Limbah air cucian kita?
Dan lain sebagainya.

Makanya aku nggak kepengen punya banyak anak karena aku sadar, makin banyak anak = makin banyak sampah/limbah yang aku hasilkan. Aku pun tau diri kalo aku nggak bisa berkontribusi banyak untuk menyelamatkan makhluk hidup, so yeah. Kalo kalian mau punya anak banyak (lebih dari 2) tapi nggak mau peduli terhadap lingkungan hidup, kalian pun egois.

Pasti di antara kalian ada yang berpendapat, “Ngapain sih membatasi jumlah anak? Dibatasi atau tidak, kenyataannya sampah akan terus bertambah. Kita kan bisa menjaga lingkungan dengan cara lain.”

Oke, sekarang berapa banyak sih di antara kita yang rajin daur ulang sampah?


Berapa banyak yang menggunakan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi?

Lebih banyak mana: naik sepeda motor atau sepeda kayuh?

Berapa banyak yang memakaikan popok kain dibanding popok sekali pakai?

Berapa banyak yang memakai alternatif pembalut wanita yang lebih ramah lingkungan?

Berapa banyak yang tidak menggunakan detergen?

Dan seterusnya.

Akhirnya aku mengerti kenapa sih Cina sampai bikin kebijakan satu anak (yang sekarang direvisi maksimal dua anak). Sejak kebijakan itu diterapkan pada tahun 1979, diperkirakan Cina telah berhasil mencegah 400 juta kelahiran anak. Itu pun negara Cina masih menjadi negara dengan penduduk terbanyak sampai saat ini lho.

Aku sih berharap banyak orang tua (dan calon orang tua) yang memikirkan hal ini. Mungkin dari kalangan terpelajar sudah banyak yang menerapkan. Sementara yang dari kalangan berpendidikan dan SES rendah? Mana kepikiran.

Makanya aku berharap pemerintah Indonesia kembali menggalakkan kebijakan KB (Keluarga Berencana). Mungkin yang mau punya anak lebih dari 2 harus mengurus perizinan dulu? 😁 Eh ini serius lho. Soalnya di lingkungan rumah ibuku, banyak banget orang tua punya anak lebih dari dua padahal secara ekonomi kurang mampu. Akhirnya apa? Demen utang sana-sini. :(

Kalo dari hukum Islam, (aku tanya temenku yang ilmu agamanya lebih luas) KB itu hukumnya makruh tanzih. Artinya boleh meski tidak disarankan. Kalo aku sih sederhana, menimbang antara manfaat dan mudharat lebih banyak mana hehe.

Nah, masalah memandang manfaat ini ada yang beda juga, gengs. Ada yang kayak aku, melihat lebih banyak manfaat ketika punya anak sedikit (maksimal 2). Namun nggak sedikit pula yang memandang punya anak lebih dari 2 itu jauh lebih banyak manfaatnya.

Manfaat punya anak banyak (hasil dari buka pertanyaan di IG story):


🌷 Dalam Islam, hal ini memang dianjurkan.

🌷 Keluarga jadi lebih rame. Ya kan ada orang-orang yang tipikalnya suka keluarga besar, penuh anak gitu. Aku sendiri mengakui emang seru ya punya banyak saudara. Tapi semakin dewasa, ternyata aku lebih menginginkan space. So, less is enough for me.

🌷 Banyak anak, banyak pula yang mendoakan. Well, iya sih. Nah ini jadi PR buat yang punya anak sedikit, perbanyak amal jariyah dan menebar ilmu yang bermanfaat.

Hadits riwayat Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’i dan Ahmad:

ØđَŲ†ْ ØĢØĻِŲ‰ Ų‡ُØąَŲŠْØąَØĐ (Øą) ØĢŲ†َّ ØąَØģُŲˆŲ„ اŲ„Ų„Ų‡ .Øĩَ. Ų‚َاŲ„َ: ØĨØ°َا Ų…َا؊َ اŲ„ØĨŲ†ØģَاŲ†ُ اŲ†ْŲ‚َØ·َØđَ ØđَŲ…َŲ„ُŲ‡ُ ØĨŲ„اَّ Ų…ِŲ†ْ ØŦَŲ„اَØŦٍ:

(ØĩَØŊَŲ‚َØĐٍ ØŽَØ§ØąِŲŠَØĐٍ اَŲˆ ØđِŲ„ْŲ…ٍ ŲŠُŲ†ْØŠَŲَØđُ ØĻِŲ‡ِ, اَŲˆŲˆَŲ„َØŊٍ ØĩَاŲ„ِØ­ٍ ŲŠَØŊْØđُŲˆŲ„َŲ‡ُ (ØąŲˆØ§Ų‡ اØĻŲˆ ØŊاŲˆØŊ)

“Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang berdoa kepadanya.” (HR Muslim).

Nah, masih ada 2 opsi tuh untuk menyiapkan bekal di akhirat.

Kalau kalian mampu untuk punya anak lebih dari 2 dengan komitmen membiayai + mendidik sepenuh hati baik ilmu dunia maupun agama, ya gak masalah. Asalkan please... nggak lupa dengan tanggung jawab menjaga lingkungan hidup. Karena kalo enggak, ya kalian lah manusia egoisnya.

Menjaga lingkungan hidup bisa dimulai dari hal kecil. Mulai dari membuang sampah pada tempatnya, mengurangi pemakaian plastik, biasakan membawa bekal makanan dan wadah minum sendiri, dan seterusnya. Alhamdulillah kalau di masa depan dapat berkembang hingga skala yang lebih besar, menciptakan alat penjernihan air misalnya.

Well, mau punya anak banyak atau sedikit, menjaga lingkungan hidup menjadi tanggung jawab kita semua ya.

Akhir kata, bumi kita cuma satu. Wariskanlah dengan keadaan baik untuk keturunan kita. Oya, terlepas nantinya aku punya anak lebih dari 2 atau bahkan tidak sama sekali, aku harap semuanya baik-baik saja and I’ll do the best for sure!

Satu lagi, ada bacaan menarik. Sapa tau bisa menambah wawasan kamu juga: https://www.psychologytoday.com/us/blog/insight-is-2020/201209/having-only-one-child-easier-parents-better-kids

Terima kasih buat yang sudah baca sampai habis 😍😙,
-Hilda Ikka-

25 comments

  1. Kalau kita hanya punya anak 1 atau dua kita bisa lebih berfokus pada mereka dan pendidikannya ...

    ReplyDelete
  2. Bisa hemat biaya juga kalau punya anak satu,heheh :D

    ReplyDelete
  3. Kalau banyak anak keluarga bisa selalu rame ...

    ReplyDelete
  4. Tapi kayaknya seru kalau punya banyak anak,hehe :D

    ReplyDelete
  5. Banyak anak banyak rezeky,tapi ya.. jangan terlalu banyak juga sih nanti malah gak memberi kasih sayang yang cukup...

    ReplyDelete
  6. aku dulu pengen punya anak 7. sekarang, 3 aja udah. hahaha

    ReplyDelete
  7. Saya bahkan sudah diskusi dengan suami soal hal ini. Alhamdulillah kami sepakat untuk menjaga jarak anak biar bisa lebih siap secara mental dan finansial. Nggak ada salahnyo kok punya anak nggak banyak. Soalnya punya anak banyakpun berat pertanggungjawaban dunia dan akhirat. (:

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apapun pilihannya, semoga kita bisa menunaikan tanggungjawab dengan baik ya ☺️

      Delete
  8. Aku rencananya pengen punya anak dua dulu, eh tapi sekarang lagi hamil padahal aku KB, wkwkwwk. Emang punya anak mah kembali ke takdir juga sih, kalau udah dikasih amanah sm Alloh, kita harus berusaha menjaga amanah itu dengan baik.

    ReplyDelete
  9. Aku pengin punya anak 3, ka. Biar rame. Hehe. Di rumah anak ibuki 4 orang pun pas udah gede pada mencar2. Jadi rumah skrg sepiiii bgt. Bingung kl rumahnya luas tapi anaknya pada kemana

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi zaman sekarang udah susah punya rumah luas wkwk

      Delete
  10. Aku dulu bukan cuma egois kalo di cap. Kamu mah mending msh pgn punya anak, lah aku sempet ga mau samasekali hahahah. Cuma krn suami mohon utk punya setidaknya waktu itu 1 dulu, yo wis, aku ngalah, tp itu demi dia. Demi suami. Bukan krn aku pgn punya. Sempet juga pas kebobolan anak kedua, aku ngamuklah. Pas lahir, akunya lgs babyblues krn memang ga pgn punya. Tp skr mereka udh gedean, rasa sayang lama2 muncul. Tp kalo disuruh nambah anak lg, maaaaappppp... Ga tertarik samasekali :p

    Sama kyk dirimu, aku msh butuh traveling, aku butuh me time, aku butuh belanja2 utk beli skin care, baju dan lain2 yg bisa bikin aku happy :p. Mw dibilang egois, terserah. Orang2 yg nyuruh utk aku utk nambah anak itu, emgnya mau bantu biayain :p?

    Ga toh :D. Jd kalo cuma bisa nyuruh tp ga ada kontribusi memBantu, akupun ga akan dengerin apa yg disuruh :p. Hiiihhh. Sorry Ikka.. Rada emosi jd nilisnya wwkwwwkwkwk. .banyaaaak soalnya yg seperti ini di sekitarku.. Dan aku muak ama orang2 yg suka ikut campur ama urusan internal rumah tangga org gini.. :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbaak, urusan rumah tangga, urusan berat badan, semuanya dicampurin. Eh lha kok aku ikut curhat? Wkwk 😂

      Delete
  11. ini tulisanmy kompleks bener, sekompleks keruwetan di kampus jangan2 kek kata bu Nyai *ampuuuun Ka ampuuun ^^v

    Kek aku dulu, pengen punya anak sampe lima ... sama Allah dikasih satu, alhamdulillah. Disyukuri segala nikmatnya, dan sejak punya anak emang susah banget lepas dari yang namanya tissue, plastik (pospak), dan teman2nya.

    Di rumahku bahkan tissue ada di mana2, sampe sekalu bilang ke diriku sendiri "Duh aseli aku penebang hutan fiktif ini nih." Tapi aku gk melulu merasa bersalah trus mikir jauh banget. Mikir menu makan apa hari ini aja udah pusing wkwk...dan setiap menggunakan tissue dkk tadi selalu mbathin "maaf ya lingkungan, semoga perbuatanku ini lebih banyak manfaatnya timbang mudharatnya hihihihi egois dikit yak."

    Overall, nikmatilah setiap detik kehidupan ini ... barokallah untuk kita semua ya Ika ::kisskiss::

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak, ujungnya selalu disyukuri apapun takdirnya ☺️

      Delete
  12. aku pengen punya anak 1. suami pengen 2. tapi gapapa, sedikasihnya aja.
    pertimbangan ga mau punya banyak anak karena : berat sis.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha samaa, aku mau 1 eh suami minta 2. Ujung-ujungnya juga se-dikasihnya wqwq

      Delete
  13. Semua masih bisa berubah mbak, begitu si anak tiba di pangkuan ☺

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo rezekinya bertambah buanyaaak buat bayarin sekolah sampe kuliahnya sekalian sih ya masih bisa berubah ðŸĪŠ

      Delete
  14. Sepemikiran. Aku belum ada anak, tapi udah mikir sekolahnya di mana. Well, pendidikan number 1 buat aku.
    Mengingat fenomena anak jaman sekarang yang kreatifitasnya tersalur ke hal yang kurang bermanfaat, aku pengennya energy dia tercurah ke hal yang lebih baik.

    Salah satu usahanya: Pilih sekolah berkualitas.

    Artinya butuh usaha juga cari uangnya. Butuh manajemen waktu dan perhatian yang tepat juga.

    Dan anak banyak? Hm... jaman dulu sama sekarang beda sepertinya. Beda dalam bertahan hidup.

    ReplyDelete
    Replies
    1. YA AMPUN SAMA AKU JUGA!
      Belum punya anak tapi udah searching sekolah 😂😂 pun mau kontrol dan bersalin di RS mana. Sungguh visioner 😝

      Bener bangeeet.

      Delete
  15. Aku sering denger yg macam ini dan fokusku ke poin "gk pengen ngerepotin anak klo udah tua". Jujur aja sih sbg org yang udh pernah ngurus nenek, aku ngerasa sangat kecil kemungkinan untuk gk ngerepotin anak di hari tua.

    Why?

    Okelah duit ada, dana pensiun misalkan. Tapi namanya orang udh tua gampang sakit, klo sakit pasti anak kan yg ngurusin? Klo sehat tapi jd pikun, ini jg sering ngeselin. Dan ya pasti ngerepotin :)

    Makanya aku gk mau punya mind set kyk gitu. Kita kan orang Islam, tanamkan ke anak, mengurus orang tua itu ibadah. Perintah Allah, jd saat kita harus ngerepoti anak, anak kita pun gak yg ngerasa direpotin tp ini ibadah.

    Karena gemana juga di Islam itu anak memang aset, makanya harus diurus dgn baik. Bukan biar kita hidup enak numpang anak pas tua. Bukan gitu juga, tp supaya generasi selanjutnya jg jd lbh baik. Karena keluarga yg baik bakalan nerusin kebiasaan baik jg.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai, iya aku tau kemungkinan untuk merepotkan anak itu pasti ada. Pasti.
      Tapi setidaknya aku ada keinginan untuk MENGURANGI beban anakku.
      Lebih bagus mana orang tua yang punya dana pensiun/asuransi dengan yang tidak? Lebih membebani yang mana coba?

      Dan ya, nggak perlu diingatkan soal 'mengurus orang tua itu ibadah'. Obviusly I'm gonna do. Dengan jumlah anak yang tidak banyak, aku bisa memberikan cinta dan kasih yang cukup, bonding yang erat. Kalau jumlah anak melebihi kapasitas, tentu kasih, cinta, dan perhatian tidak akan semaksimal diterima dengan anak yang berjumlah cukup. :)

      Jumalh anak sedikit = semakin banyak waktu/perhatian yang diberikan pada anak.
      Banyak anak = bagi banyak waktu/perhatian.

      Aku mau menanamkan rasa cinta dan kasih pada mereka sampai melekat dan mereka menyayangiku sebagaimana aku menyayangi mereka. :)

      Delete

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Tinggalkan komentar yang baik dan sopan ya. Untuk saat ini, komentar saya moderasi dulu ya. Saya suka baca komentar kalian namun mohon maaf saya tidak selalu dapat membalasnya. Untuk berinteraksi atau butuh jawaban cepat, sapa saya di Twitter @hildaikka_ saja!