P2P (Peer to Peer) Lending: Kemudahan dan Risikonya untuk Konsumen

Wednesday, November 28, 2018


Hidup di era teknologi maju dan serbacepat memberikan banyak kemudahan dalam hidup kita. Entah itu dari segi komunikasi, transaksi jual beli, hingga yang sedang populer belakangan: peminjaman uang online. Namun sayang, seiring waktu kepopulerannya merujuk ke citra negatif. Benarkah peminjaman uang secara online semenyeramkan itu?

Untuk itulah aku menghadiri sosialisasi dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang membahas tentang kemudahan dan risiko fintech P2P lending untuk konsumen. Acara diselenggarakan pada Selasa, 27 November 2018 bertempat di KAYA Resto & Coffee Holix Surabaya.

Menghadirkan narasumber antara lain Semuel A. Pangerapan (Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika/Aptika), Agus Kalifatullah Sadikin (Head of Partnership PT Ammana Fintek Syariah), dan Andri Madian (Chief Marketing Officer Akseleran).

Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa P2P lending termasuk dalam pengelolaan fintech yang kepanjangan dari “financial technology”. Secara garis besar fintech adalah layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi dan memiliki bermacam-macam penggolongan, yakni: payment, crowd funding, digital banking, capital market, insurtech dan supporting fintech. Nah, P2P Lending ini masuk kategori crowdfunding.


Apa itu P2P (Peer to Peer) lending?

P2P lending adalah layanan jasa keuangan yang mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet. Perusahaan fintech yang menyediakan layanan P2P lending ini ibaratnya makelar gitu loh, jadi bukan mereka yang mengucurkan dana.

Kehadiran fintech berbasis P2P lending ini sejatinya memiliki peluang besar untuk membantu perekonomian. Pengusaha UKM yang seringkali kesulitan mencari pinjaman modal tentu sangat terbantu dengan adanya P2P lending. Karena persyaratan untuk pengajuan dan pencairan dananya cukup mudah. Tinggal setor data pribadi dan salinan KTP, uang pun tiba dalam genggaman dalam waktu singkat. Namun tidak jarang beberapa fintek memiliki aturan tambahan untuk proses seleksi.

Kemudahan yang menggiurkan ini sangat wajar bila dibarengi dengan risiko tinggi. Kisaran bunga dalam P2P lending ini dipatok cukup tinggi. Bukan tanpa alasan, hal tersebut dikarenakan tidak adanya agunan dalam peminjaman. Selain itu mereka pun tidak melakukan BI checking karena tidak berada di ranah perbankan. Proses mudah = risiko tinggi itu sangat wajar adanya.

Namun belakangan ini ramai kasus P2P lending yang dianggap publik cukup meresahkan. Yaitu mereka menyalin data kontak sehingga dapat melakukan penagihan pada anggota keluarga/teman yang ada dalam daftar kontak. Di sini Pak Semuel menegaskan bahwa hal tersebut melanggar peraturan.

Sesungguhnya fintek yang legal tidak berhak mengambil data pribadi penggunanya. Bila ada yang melakukannya, dapat dipastikan fintek tersebut ilegal. Tentang perlindungan data pribadi telah diatur dalam pasal 26 UU ITE.

Sebagai pengguna fintek, tentu kita harus berhati-hati dalam memilih fintek yang legal dan kredibel. Berikut hal-hal yang dapat diperhatikan mengenai fintek ilegal:


  • Kantor dan pengelola tidak jelas dan sengaja disamarkan keberadaaannya
  • Syarat dan proses pinjaman sangat mudah
  • Menyalin seluruh data nomor telepon dan foto-foto dari calon peminjam
  • Tingkat bunga dan denda sangat tinggi dan diakumulasi setiap hari tanpa batas
  • Melakukan penagihan online dengan cara intimidasi dan mempermalukan para peminjam melalui seluruh nomor handphone yang disalin


Tapi tenang, nggak perlu takut dengan P2P lending ini. Karena bila dilakukan untuk kebutuhan produktif tentu sangat bermanfaat. Maka dari itu ada tips-nya untuk bertransaksi dengan aman dan nyaman melalui sistem P2P lending.


Kalau kamu berminat untuk meminjam atau memberi pinjaman melalui P2P lending, yuk kenalan dengan Ammana dan Akseleran. Kedua fintek ini sudah pasti kredibel karena terdaftar dan berada dalam pengawasan OJK.

Ammana memiliki kebijakan dalam menyetujui (approval) peminjam untuk mencairkan dana. Adapun peminjam merupakan pelaku usaha yang berbadan hukum, memiliki aset, terpercaya, dan telah cukup lama beroperasi. Pihak Ammana turut melakukan survey ke tempat pihak peminjam untuk meninjau kredibilitas pihak peminjam.

Sementara Akseleran memiliki kebijakan sendiri, yakni mematok bunga yang agak tinggi. Bisa berkisar 0,1% per hari atau 3% per bulan. Hal ini setara dengan kemudahan prosedur yang dimiliki Akseleran, yakni tanpa agunan.

Jadi, P2P lending tidak selamanya buruk, kan? Selama kita bijak dan telah mempertimbangkan matang-matang segala keuntungan dan risikonya, maka sah-sah saja. Asal ingat dan menerapkan tips yang aku cantumkan di atas ya!

Go fintech,
-Hilda Ikka-

3 comments

  1. wah kalau mau pinjam harus teliti ya semoga memilih "makelar" yg resmi dan legal.. juga memang digunakan utk modal usaha.. bukan kebutuhan konsumtif.. - tfs Ika ♡♡

    ReplyDelete
  2. Kudu bijak buanget kalo.mau jadi user Fintech

    ReplyDelete
  3. Berhutang jangan berhutang, kalau tiada artinya, berhutang boleh saja aaah, asal ada perlunya ...

    ... dan pastikan pada pihak yang bertanggung jawab dan terdaftar di OJK, harus teliti dan selidik.

    Sosialisasi yang seperti ini penting, harus sring dilakukan, apalagi mengajak komunitas2, krn pengaruh negatif dan sekaligus mengedukasi calon konsumen agar lebih selektif lagi memahami pinjaman online ini.

    Salam kenal :)

    ReplyDelete

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Tinggalkan komentar yang baik dan sopan ya. Untuk saat ini, komentar saya moderasi dulu ya. Saya suka baca komentar kalian namun mohon maaf saya tidak selalu dapat membalasnya. Untuk berinteraksi atau butuh jawaban cepat, sapa saya di Twitter @hildaikka_ saja!