Di Balik Kemandirian Seorang Anak

Sunday, December 4, 2022


Menurutku, di balik kemandirian seorang anak ada orang tua yang perang batin dengan ‘rasa tega’. Pengen melatih anak belajar mandiri, eh sedikit terselip perasaan nggak tega. Kalo nggak tega mulu, kapan anak belajar mandirinya? Gitu terus sampe Dufan pindah ke Kalimantan.

Beberapa waktu lalu, aku nonton “Old Enough”, reality show asal Jepang yang beberapa episodenya dapat diakses di Netflix. Acara TV ini menampilkan anak-anak Jepang kisaran usia 3-7 tahun yang sedang menjalankan tugas kecil dari orang tua (atau orang-orang dari relasi terdekat mereka). Tugas ini bermacam-macam bentuknya, bisa berupa berbelanja ke minimarket, mengantarkan barang ke rumah kerabat, membantu pekerjaan orang tua, dan sebagainya.

Tayangan ini sangat menarik di mataku. Selain terhibur dengan tingkah polos anak-anak, aku juga melihat sisi orang tua yang bernegosiasi dengan sang anak agar mau menjalankan tugas. Bahkan tak jarang para orang tua ini khawatir apakah sang anak dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Sungguh tayangan yang hangat!

Aku pernah dengar cerita, orang Jepang memang biasa mendidik anak-anak mereka untuk mandiri sejak dini. Anak-anak SD berangkat dan pulang sekolah tanpa diantar orang tua adalah hal lumrah di sana. Bahkan di kartun Crayon Shinchan pun Shinchan dan kawan-kawannya yang masih TK sering diceritakan sedang berbelanja di toko kelontong atas permintaan ibu mereka.

Sebenernya kondisi di Indonesia nggak jauh beda ya. Siapa yang waktu kecil sering dimintai tolong pergi ke warung buat beli garam atau tepung? Hayo ngacung! 😀

Orang tuaku pun termasuk orang tua yang ‘tega’ melepas anaknya untuk belajar mandiri. Kilas balik ke masa aku SD, dulu lokasi SD-ku agak jauh dari rumah. Awalnya orang tua memasukkanku ke layanan antar-jemput berbayar. Begitu menginjak kelas 2, ibuku menawariku untuk belajar pulang sekolah sendiri naik angkot. Aku pun tanpa ragu mengangguk mau.

Aku lupa awalnya ibuku pakai simulasi dulu atau gimana, yang masih aku ingat jelas adalah pertama kalinya pulang sekolah naik angkot sendiri. Waktu itu ibuku sudah menunggu di pos seberang jalan raya tempat aku turun dari angkot. Kemudian ibu menghampiriku untuk membawaku menyeberang jalan.

Kenangan yang sangat membekas, kalau diingat lagi mataku suka refleks berkaca-kaca. Entah perasaan haru atau apa. Dewasa ini aku jadi membayangkan perasaan ibuku saat itu, campuradukkah rasanya? Harap-harap cemas menanti anak perempuannya pulang, berharap ia baik-baik saja, tidak nyasar, dan pulang dalam keadaan selamat.

Sekarang kalau aku membayangkan ada di posisi ibuku pada saat itu, mungkin aku nggak bakal tega. Beruntung enggak lama kemudian ada teman sekolah yang ikut pulang sekolah naik angkot, jadi aku enggak sendirian lagi.

Di kesempatan lain, aku sering dititip ke om/tanteku pada saat mudik lebaran. Saat itu keluargaku hanya punya satu motor sementara aku merupakan anak sulung dari 3 bersaudara. Akhirnya aku ‘didelegasikan’ untuk mudik naik kendaraan umum bersama om/tante. Tau kan kondisi bus tiap musim lebaran? Penuh sesak dan pernah aku duduk terpisah agak jauh dari om/tanteku.

Menginjak SMP, aku disekolahkan di pesantren. Kalau ada libur yang cuma sehari semalam, aku enggak pernah pulang. Jadinya sendirian di asrama. Orang tuaku tega-tega aja, hahaha.

Menginjak SMA, aku diperbolehkan pulang-pergi sendiri ke pesantren menggunakan angkot dan bus. Tak jarang aku baru sampai rumah pada malam hari.

Akhirnya saat dewasa aku nggak keberatan ke mana-mana sendiri, karena udah terbiasa. Belum genap 20 tahun pun aku pernah berangkat ke Bali seorang diri!! Naik kereta api + kapal + bus. Masya Allah.

Jujur aku sangat berterimakasih pada orang tuaku yang sudah memberiku ruang berlatih mandiri sejak dini. Terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan padaku. Terima kasih terbesarku kepada Allah yang telah menjagaku di setiap perjalanan.

Aku nggak tau apa aku bisa sehebat dan setega orang tuaku dalam mendidik anak agar mandiri. Yang aku tahu hanyalah mereka tega bukan karena tidak sayang, tapi mereka berupaya tega karena sayang aku. :)

Much love,
-Hilda Ikka-

1 comment

  1. Begitulah pentingnya parenting untuk anak, sebagai orang tua memang perlu mengajarinya untuk mandiri walau kadang ada rasa kasihan.Akan tetapi, ini juga untuk mereka sendiri saat besar nanti. Terima kasih informasinya!

    ReplyDelete

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Tinggalkan komentar yang baik dan sopan ya. Untuk saat ini, komentar saya moderasi dulu ya. Saya suka baca komentar kalian namun mohon maaf saya tidak selalu dapat membalasnya. Untuk berinteraksi atau butuh jawaban cepat, sapa saya di Twitter @hildaikka_ saja!